angka kecukupan gizi

Saifuddin Zuhri | Sunday, January 06, 2013 | 0 komentar

A.      Pengertiankupan  angka kecukupan gizi
Ilmu Gizi merupakan ilmu terapan yang mempergunakan berbagai  disiplin ilmu dasar, seperti biokimia, biologi, ilmu hayat(fisiologi), ilmu penyakit(pathologi), dan beberapa lagi.Jadi untuk menguasai ilmu gizi secara ahli, harus menguasai ilmu bagian-bagian ilmu dasar tersebut yang relevan dengan kebutuhan ilmu gizi.
     Pada mulanya ilmu gizi merupakan bagian dari ilmu kesehatan masyarakat, tetapai kemudian mengalami pengembangan yang sangat pesat, sehingga memisahkan diri dan menjadi disiplin ilmu tersendiri . Namun demikian, ilmu gizi masih di anggap tetap sebagai bagian dari rumpun ilmu kesehatan masyarakat.
     Ilmu gizi mula-mula hanya mencakup ruang lingkup yang sangat sempit, etapi dalam perkembangannya melebar meliputi suatu kawasan studi yang luas.
     Definisi Ilmu gizi mula-mula  sebagai berikut: Ilmu yang mempelajari nasib makanan sejak ditelan sampai diubah menjadi bagian tubuh dan energi atau diekskresikan sebagai zat sisa.   
     Dari definisi ini dapat diperkirakan bahwa ilmu gizi bersandar kuat sekali pada biokimia,dan ilmu hayat(fisiologi). Tujuan akhir ilmu ini ialah mencapai, memperbaiki dan memperthankan kesehatan tubuh melalui konsumsi makanan. Dalam pelaksanaan untuk mencapai tujuan ini, dirasakan bahwa ruang lingkup studi terlalu sempit, dan dengan perhatian yang sempit itu, sukar untuk mencapai tujuan akhir tersebut.
     Maka ruang lingkup studi ilmu gizi diperlebar dan diberi definisi yang lebih luas, tetapi definisi ini menjadi makin kabur. Definisi sekarang menjadi: Ilmu yang mempelajari hal ihwal makanan, dikaitkan dengan kesehatan tubuh. 

Standar keckupan gizi di indonesia masih menggunakan ukuran makro, yaitu kecukupan kalori ( energi ) dan kecukupan protein. Di indonesia belum diterapkan standar kecukupan gizi secara makro, seperti kecukupan vitamin dan mineral.
Sehingga energi dapat diiartikan bahwa kemampuan untuk melakukan pekerjaan, tubuh memproleh energi dari makanan yang  dimakan, dan energi dalam makanan ini terdapat sebagai energi kimia yang dapat di ubah menjadi energi bentuk lain. Bentuk energi yang berkaitan dengan proses-proses biologi adalah energi kimia, energi mekanik, energi panas dan listrik.
B.       Penentuan kebutuhan kecukupan energi
Cara-cara menentukan kebutuhan energi (kalori):
1.      Teori RBW (teori berat badan relatif)
RBW =
BB = berat badan
TB = tinggi badan
Dimana dengan ketentuan :
a)      Kurus jika RBW < 90%
b)      Normal jika RBW = 90-100%
c)      Gemuk jika RBW > 110% atau < 120%
d)     Obesitas ringan RBW 120-130%
e)      Oesitas sedang  RBW 130-140>
f )Obesitas berat RBW .>140%
Kebutuhan kalori (energi) perhari
a.       Orang kurus BB 40-60 kalori
b.      Orang normal BB x 30 kalori
c.        Orang gemuk  BB x 20 kalori
d.      Orang obesitas BB x ( 10 x 15 ) kalori
Kalori di atas harus ditambah dengan kalori untuk kegiatan, pregnansi dan laktasi.
§  Kalori untuk orang hamil ditambah 100 kalori( tri semester I),
 Ditambah 200 kalori ( tri semester II), ditambah 300 kalori ( tri semester III).
§  Bagi yang menyusui/ laktasi ditambah 400 kalori per hari.
§  Kelemahannya bila menggunakan teori RBW adalah jenis kelamin dan umur tidak diakomodasikan
2.      Energi BMR  ( Basal Metabolisme Rate )
Energi BMR adalah energi minimal untuk menjalankan proses kerja atau proses faal dalam tubuh dalam kondisi Resting Bed (berbaring di atas tempat tidur). Menurut (Soehardjo dan Kusnarto,1988 )  beberapa pakar yang telah berhasil mengemukakan hasil penellitiannya tentang energi basal metabolisme seseorang.
DAFTAR  UNTUK MEMPERTAHANKAN KESEHATAN SEBAIK-BAIKNYA*)
Golongan
Berat badan
(Kg)
Kalori
(Kal)
Protein
(g)
Ca
(mg)
Fe
(mg)
Vitamin-vitamin
A
(SI)
B1
(mg)
B2
(mg)
Niacin
(mg)
C
(mg)
Laki-laki dewasa, bekerja sedang:
20 – 39 th
55
2600
65
0,5
10
4000
1.0
1,4
17
60
40 – 59 th
55
2400
65
0,5
10
4000
1.0
1,3
16
60
60 ke atas
55
2400
65
0,5
10
4000
0,8
1,1
13
60
Wanita dewasa,bekerja sedang:
20 – 39 th
47
2000
55
0,5
12
4000
0,8
1,1
13
60
40 – 59 th
47
1900
55
0,5
12
4000
0,8
1.0
13
60
60 ke atas
47
1600
55
0,5
12
4000
0,6
0,9
9
60
Wanita hamil, 20 minggu terakhir**)


10
0,5
5
500
0,2
0,2
2
30
Wanita menyusukan**)

800
25
0,5
5
2500
0,4
0,4
5
30
Wanita menyusukan**)










Laki-laki remaja:
13 – 15 th
42
2900
58
0,7
12
4000
1,1
1,6
19
60
16 – 19 th
50
3000
65
0,6
12
4000
1,2
1,7
20
60

Wanita remaja:
13 – 15 th
42
2400
58
0,7
12
4000
1.0
1,3
16
60
16 – 19 th
45
2100
57
0,6
12
4000
0,8
1,1
14
60
Anak-anak:
1 – 3 th
12
1200
25
0,5
8
1500
0,5
0,7
8
30
4 – 6 th
18
1600
30
0,5
10
1800
0,6
0,9
9
40
7 – 9 th
27
1900
42
0,5
10
2400
0,8
1.0
13
50
10 – 12 th
35
2300
50
0,7
12
3450
0,9
3,1
18
60
Bayi: 6 – 12 bln
8
900
20
0,6
8
1200
0,4
0,5
6
25

workshop on food, Lembaga ilmu pengetahuan Indonesia –National academy of sciences,washington,USA. Jakarta,may 1968
**)Jumlah-jumlah ini di tambahkan kepada jumlah yang dianjurkan untuk wanita itu pada keadaan tidak hamil dan tidak  menyusukan.
1.    Protein berdasarkan anggapan NPU untuk menu nasi seberat 60.                                                                  
2.     Dihitung untuk ‘niacin ekuivalent’, jadi termasuk trytophane         
3.    Vitamin A berdasarkan tanggapan di dalam menu indonesia 100% beta karotin.               
 4. Bayi 0-6 bln dianggap semuanya mendapat ASI.

C.      Faktor penyebab terjadinya masalah gizi
Adapun  faktor utama penyebab terjadinya gizi buruk tersebut yaitu penyebab pertama  rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari dan terjadi dalam kurun waktu yang lama. Penyebab kedua adalah terjadinya serangan penyakit infeksi yang berulang.
Kedua faktor ini disebabkan oleh tiga hal secara tidak langsung, yaitu :
1.      ketersediaan pangan yang rendah pada tingkat keluarga
2.      pola asuh ibu dalam perawatan anak yang kurang memadai
3.      ketersediaan air bersih, sarana sanitasi, dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terbatas.
Penyebab tidak langsung tersebut merupakan konsekuensi dari pokok masalah dalam masyarakat, yaitu tingginya pengangguran, tingginya kemiskinan, dan kurangnya pangan.
Gizi buruk saat ini memang tengah jadi sorotan. Permasalahan ini seolah menjadi masalah klasik bangsa ini sejak dulu. Gizi buruk di masa ini bukan saja disebabkan karena masalah ekonomi. Kurangnya pengetahuan, pendidikan serta wawasan masyarakat akan pentingnya asupan makanan yang cukup nutrisi menjadi penyebab lain bertambahnya angka kejadian gizi buruk. Balita yang menderita gizi buruk, terkadang  disebabkan karena pola asuh yang kurang benar.
Kekurangan kebutuhan gizi pada masa pertumbuhan balita (anak-anak) dapat menyebabkan gangguan serius pada perkembangan otak dan dapat menghambat tingkat kecerdasannya. Maka dapat kita bayangkan bagaimana kondisi masa depan anak-anak bangsa, jika pada masa balita mereka sudah kekurangan gizi
Dengan semakin meningkatnya kasus-kasus gizi buruk yang diderita sebagian besar balita yang ada di Indonesia, maka perlu kita kembali mengoptimalkan peran kaum ibu. Karena biasanya kaum ibulah yang paling dekat dengan anak-anak. Kaum ibulah yang biasanya selalu mengasuh, mendidik, merawat dan menentukan menu makanan yang akan dihidangkan pada anak-anak mereka sehari-hari. Jadi kaum ibulah yang seharusnya memiliki tanggung jawab penuh untuk memperhatikan pemenuhan kebutuhan gizi bagi anak-anaknya setiap hari, di samping peran ayah sebagai pencari nafkah keluarga.
Kalau kaum ibu yang ada di seluruh Indonesia memiliki kesadaran yang tinggi untuk selalu memenuhi kebutuhan makanan anak-anak sehari-hari dengan menu makanan yang mengandung gizi, bukan tidak mungkin kasus-kasus penderita gizi buruk bagi sebagian besar balita yang ada di negara kita dapat dicegah (ditekan). Jika kaum ibu paham tentang masalah gizi dan kesehatan, tentu akan sangat berpengaruh terhadap kondisi kesehatan keluarganya
Masalah gizi buruk sebenarnya bukan hanya disebabkan oleh faktor kemiskinan semata. Karena faktanya banyak juga orang-orang yang hidup berkecukupan, tetapi anak-anak mereka mengalami gizi buruk. Jadi masalah gizi buruk sebenarnya berpangkal dari lemahnya kesadaran masyarakat dan minimnya pengetahuan masyarakat, khususnya kaum ibu terhadap kebutuhan makanan yang mengandung unsur-unsur gizi. Maka untuk mengatasi (menekan) jumlah penderita gizi buruk di kalangan balita, pemerintah perlu kembali menggalakkan program posyandu guna memberikan penyuluhan kesehatan terhadap kaum ibu agar lebih cermat dan hati-hati lagi dalam mengasuh dan membesarkan anak-anaknya.
Pada umumnya ibu merasakan kesulitan dalam menyusui bayinya dalam keadaan darurat. Hal ini disebabkan karena keadaan fisik, mental dan sosial yang terganggu atau hilangnya rasa percaya diri untuk mampu menyusui.
Masalah-masalah yang mengganggu pemberian ASI sebenarnya dapat dicegah dan diatasi dengan memahami bahwa ASI selalu tersedia secara alami, ibu mampu menyusui dan ibu perlu menunjukkan rasa kasih sayang terhadap bayinya. Sebagian besar ibu dapat menyusui dengan baik, dengan dukungan semaksimal mungkin dari keluarga maupun petugas kesehatan.
Pemberian makanan lain pengganti ASI, termasuk susu formula dapat merugikan karena:
  • Mengandung zat gizi yang tidak seimbang,
  • Sulit dicerna oleh bayi,
  • Penyiapan yang salah,
  • Peralatan tidak steril,
  • Mudah terkena infeksi terutama diare,
  • Harganya mahal,
  • Dapat terjadi alergi.

A. Masalah Pemberian ASI
1. Ibu menyusui
·         Kebutuhan zat gizi dan cairan kurang,
·         Kondisi kesehatan yang tidak mendukung,
·         Kesulitan fisik, misalnya puting terbenam/datar, puting lecet, payudara bengkak, mastitis (Infeksi payudara),
·         Kurang pengetahuan dan adanya mitos,
·         Merasa ASI-nya kurang, sehingga tidak percaya diri,
·         Mempunyai waktu yang terbatas, antara lain karena harus mengantri air, dan makanan di lokasi pengungsian,
·         Kondisi tempat penampungan yang tidak mendukung untuk menyusui sehingga ibu merasa tidak nyaman,
·         Tidak mendapat dukungan dari keluarga dan lingkungan,
·         Distribusi makanan untuk ibu menyusui tidak tepat waktu,
·         Banyak bantuan susu formula sehingga ibu merasa tidak perlu memberi ASI.
2. Bayi
Masalah gizi pada bayi terjadi karena:
·         Asupan zat gizi kurang karena tidak diberi ASI,
·         Tidak dapat menghisap dengan baik karena bayi bibir sumbing, lidah pendek, Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR),
·         Asupan zat gizi kurang karena tidak diberi MP-ASI tepat waktu, tidak tepat jumlah dan kualitas yang rendah,
·         Pemberian MP-ASI lokal yang tidak sesuai dengan umur bayi.
3. Petugas
·         Pengetahuan yang kurang tentang pemberian ASI, MP-ASI pada bayi
·         Pengetahuan yang kurang tentang pentingnya pemberian ASI yang pertama kali keluar (kolostrum) walaupun jumlahnya sedikit.
·         Pengetahuan yang kurang tentang komposisi ASI,
·         Belum dilatih tentang konseling menyusui dan tentang cara pemberian makanan pada bayi,
·         Sarana pelayanan kesehatan tidak mendukung terlaksananya pelayanan rawat gabung (10 langkah menuju keberhasilan menyusui),
·         Tidak berpengalaman dalam menentukan jenis dan menyiapkan susu formula yang baik dan higienis untuk bayi.
4. Sumbangan Produk Makanan Bayi
·         Pemberian susu formula dan botol susu yang datang dari berbagai sumber bahkan akan menambah resiko kesakitan pada bayi dan anak usia di bawah dua tahun,
·         Susu formula sering tidak disertai label yang jelas, bahasa label tidak dipahami oleh petugas dan mendekati/melewati tanggal kadaluarsa,
·         Pemberitaan media massa dapat memberi peluang para penyumbang bantuan susu formula,
·         Jika air bersih dan bahan bakar sulit diperoleh, maka sebaiknya pemberian MP-ASI dalam bentuk biskuit dan sediaan air kemasan.
Susu formula tidak dianjurkan diberikan kepada bayi karena:
·         susu formula mudah terkontaminasi,
·         pemberian susu formula yang terlalu encer akan membuat bayi kurang gizi,
·         pemberian susu formula yang terlalu kental akan membuat bayi kegemukan.

5. Pemberian Makanan Buatan (MP-ASI):
·         Tidak adanya air bersih,
·         Sanitasi buruk,
·         Alat masak tidak memadai,
·         Kurangnya bahan bakar,
·         Kegiatan penyelamatan menyita waktu dan tenaga,
·         Bantuan pangan yang tidak berkesinambungan,
·         Ketersediaan bahan pangan lokal yang terbatas,
·         Kurangnya pengetahuan dalam penyiapan makanan buatan untuk bayi dan anak  usia di bawah dua tahun.
D.  Cara pemecahan atau mengatasi masalah gizi

Sebenarnya pemerintah telah berupaya keras untuk mengatasi masalah gizi buruk yang terjadi di negara kita. Pada tahun 2007, pemerintah telah menggelontorkan dana sebesar Rp 600 miliar untuk menangani masalah gizi buruk. Di antaranya melalui program pemberian makanan untuk balita dan ibu hamil, penyuluhan kesehatan melalui posyandu, program kesehatan murah bahkan gratis kepada masyarakat.
Namun sebagian besar program yang telah diupayakan pemerintah tersebut belum dapat berjalan dengan baik. Sehingga pelaksanaannya masih jauh dari yang diharapkan. Seperti kebanyakan upaya atau kebijakan yang sebelumnya telah dilakukan, program pelayanan posyandu pun belum juga dapat dioptimalkan sebaik mungkin.
Selain penyediaan posyandu yang belum merata hingga ke pelosok-pelosok negeri (daerah-daerah terpencil), tampaknya kesadaran masyarakat, khususnya kaum ibu untuk mau datang ke posyandu guna memeriksakan kondisi kesehatan dan pertumbuhan bayi (anak-anak) pun masih rendah. Padahal penggalakkan program posyandu seharusnya dapat dimanfaatkan oleh sebagian besar kaum ibu yang ada di Indonesia untuk memperoleh pengetahuan tentang pola-pola pengasuhan balita (anak) yang baik, termasuk tentang pemenuhan kebutuhan gizi terhadap bayi (anak-anak) mereka. Karena pemenuhan kebutuhan gizi pada masa balita (anak-anak) sangat berpengaruh besar bagi pertumbuhan anak di kemudian hari nantinya.
Dalam rangka meningkatkan status gizi mayarakat terutama pada ibu hamil, bayi, dan anak balita perlu dilakukan pendidikan gizi dan pemberdayaan masyarakat untuk pencapaian keluarga sadar gizi. Penanggulangan kurang energi protein, anemia gizi besi, gangguan akibat kurang yodium, kurang vitamin A, dan kekurangan zat gizi mikro lainnya perlu ditingkatkan, sejalan dengan penanggulangan gizi-lebih, dan surveilans gizi.
Untuk mengatasi masalah busung lapar atau kurang energi dan protein tingkat berat di berbagai daerah di Indonesia telah dilakukan langkah darurat berupa perawatan penderita di rumah sakit dan pemberian makanan tambahan. Upaya berikutnya adalah menyusun rencana secara terpadu untuk menangani masalah ini mulai dari aspek produksi, distribusi sampai dengan konsumsi dan bersifat lintas sektor. Di bidang kesehatan telah dirumuskan program perbaikan gizi masyarakat yang meliputi penanggulangan kurang energi protein; peningkatan surveilans gizi termasuk melanjutkan penerapan sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG) dan mengaktifkan posyandu; peningkatan pendidikan gizi masyarakat; dan pemberdayaan masyarakat untuk pencapaian keluarga sadar gizi.
Gizi dan nutrisi yang cukup sangat dibutuhkan pada masa pertumbuhan anak. Sebaiknya orang tua tetap mengusahakan agar anaknya mendapatkan yang terbaik. Karena mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan seperti kecacatan otak, keterlambatan pertumbuhan, dll, lebih baik dari pada harus menghadapi pengobatan dengan tindakan rawat inap untuk anaknya. Selain biaya yang harus dikeluarkan akan lebih besar, pertumbuhan anak pun tak akan optimal. Beberapa pasien gizi buruk datang ke tempat pelayanan kesehatan dengan keadaan sudah parah. Beberapa lagi tak membawa anaknya ke rumah sakit atau puskesmas karena alasan malu atau tak punya biaya. Nutrisi yang baik bukan berarti harus disertai dengan bahan-bahan yang mahal tetapi usahakan komposisi 50 % karbohidrat, 30% lemak, 20% protein dengan vitamin dan mineral ada dalam menu sehari-hari. Asalkan nutrisi yang diberikan seimbang, seorang anak bisa mendapatkan kebutuhan gizi yang diperlukan tubuhnya.
Dengan pembangunan pengetahuan dan kesadaran akan gizi dan kesehatan di kalangan kaum ibu setidaknya satu mata rantai kasus gizi buruk bisa kita putuskan. Tinggal bagaimana keseriusan pemerintah, masyarakat, para pelaku bisnis (pengusaha) dan berbagai lembaga kesehatan yang ada di negeri ini untuk dapat bekerja sama dan menjalankan perannya dengan sebaik mungkin sebagai salah satu solusi penuntasan masalah gizi buruk di Indonesia. Sehingga kita berharap pada masa mendatang, kasus gizi buruk tidak lagi menghiasi halaman media massa dan digantikan dengan berita tentang anak-anak Indonesia yang sehat dan berkualitas.

Category:

About Biotakson:
Biotakson diambil dari kata biotaksonomi, yang artinya tingkatan-tingkatan dalam biologi, nama ini disesuaikan dengan kontent blog ini yang mengulas hal-hal yang berhubungan dengan biologi ditambah dengan komputer

0 komentar