angka kecukupan gizi
A.
Pengertiankupan
angka kecukupan gizi
Ilmu Gizi
merupakan ilmu terapan yang mempergunakan berbagai disiplin ilmu dasar, seperti biokimia,
biologi, ilmu hayat(fisiologi), ilmu penyakit(pathologi), dan beberapa
lagi.Jadi untuk menguasai ilmu gizi secara ahli, harus menguasai ilmu
bagian-bagian ilmu dasar tersebut yang relevan dengan kebutuhan ilmu gizi.
Pada mulanya ilmu gizi merupakan bagian
dari ilmu kesehatan masyarakat, tetapai kemudian mengalami pengembangan yang
sangat pesat, sehingga memisahkan diri dan menjadi disiplin ilmu tersendiri .
Namun demikian, ilmu gizi masih di anggap tetap sebagai bagian dari rumpun ilmu
kesehatan masyarakat.
Ilmu gizi mula-mula hanya mencakup ruang
lingkup yang sangat sempit, etapi dalam perkembangannya melebar meliputi suatu
kawasan studi yang luas.
Definisi Ilmu gizi mula-mula sebagai berikut: Ilmu yang mempelajari nasib
makanan sejak ditelan sampai diubah menjadi bagian tubuh dan energi atau
diekskresikan sebagai zat sisa.
Dari definisi ini dapat diperkirakan bahwa
ilmu gizi bersandar kuat sekali pada biokimia,dan ilmu hayat(fisiologi). Tujuan
akhir ilmu ini ialah mencapai, memperbaiki dan memperthankan kesehatan tubuh
melalui konsumsi makanan. Dalam pelaksanaan untuk mencapai tujuan ini,
dirasakan bahwa ruang lingkup studi terlalu sempit, dan dengan perhatian yang
sempit itu, sukar untuk mencapai tujuan akhir tersebut.
Maka ruang lingkup studi ilmu gizi
diperlebar dan diberi definisi yang lebih luas, tetapi definisi ini menjadi
makin kabur. Definisi sekarang menjadi: Ilmu yang mempelajari hal ihwal
makanan, dikaitkan dengan kesehatan tubuh.
Standar keckupan gizi di indonesia
masih menggunakan ukuran makro, yaitu kecukupan kalori ( energi ) dan kecukupan
protein. Di indonesia belum diterapkan standar kecukupan gizi secara makro,
seperti kecukupan vitamin dan mineral.
Sehingga energi dapat diiartikan bahwa
kemampuan untuk melakukan pekerjaan, tubuh memproleh energi dari makanan
yang dimakan, dan energi dalam makanan
ini terdapat sebagai energi kimia yang dapat di ubah menjadi energi bentuk
lain. Bentuk energi yang berkaitan dengan proses-proses biologi adalah energi
kimia, energi mekanik, energi panas dan listrik.
B.
Penentuan
kebutuhan kecukupan energi
Cara-cara menentukan kebutuhan energi (kalori):
1. Teori RBW
(teori berat badan relatif)
RBW =
BB = berat badan
TB = tinggi badan
Dimana dengan ketentuan :
a) Kurus jika RBW <
90%
b) Normal jika RBW
= 90-100%
c) Gemuk jika RBW
> 110% atau < 120%
d) Obesitas ringan
RBW 120-130%
e) Oesitas
sedang RBW 130-140>
f )Obesitas
berat RBW .>140%
Kebutuhan kalori (energi) perhari
a.
Orang kurus BB 40-60 kalori
b.
Orang normal BB x 30 kalori
c.
Orang gemuk
BB x 20 kalori
d.
Orang obesitas BB x ( 10 x 15 ) kalori
Kalori di atas harus ditambah dengan kalori untuk
kegiatan, pregnansi dan laktasi.
§
Kalori untuk orang hamil ditambah 100
kalori( tri semester I),
Ditambah 200
kalori ( tri semester II), ditambah 300 kalori ( tri semester III).
§
Bagi yang menyusui/ laktasi ditambah
400 kalori per hari.
§
Kelemahannya bila menggunakan teori RBW
adalah jenis kelamin dan umur tidak diakomodasikan
2. Energi BMR ( Basal
Metabolisme Rate )
Energi BMR adalah energi minimal untuk menjalankan proses
kerja atau proses faal dalam tubuh
dalam kondisi Resting Bed (berbaring
di atas tempat tidur). Menurut (Soehardjo dan Kusnarto,1988 ) beberapa pakar yang telah berhasil
mengemukakan hasil penellitiannya tentang energi basal metabolisme seseorang.
DAFTAR UNTUK
MEMPERTAHANKAN KESEHATAN SEBAIK-BAIKNYA*)
Golongan
|
Berat badan
(Kg) |
Kalori
(Kal) |
Protein
(g) |
Ca
(mg) |
Fe
(mg) |
Vitamin-vitamin
|
|||||
A
(SI) |
B1
(mg) |
B2
(mg) |
Niacin
(mg) |
C
(mg) |
|||||||
Laki-laki dewasa, bekerja sedang:
|
|||||||||||
20 – 39 th
|
55
|
2600
|
65
|
0,5
|
10
|
4000
|
1.0
|
1,4
|
17
|
60
|
|
40 – 59 th
|
55
|
2400
|
65
|
0,5
|
10
|
4000
|
1.0
|
1,3
|
16
|
60
|
|
60 ke atas
|
55
|
2400
|
65
|
0,5
|
10
|
4000
|
0,8
|
1,1
|
13
|
60
|
|
Wanita dewasa,bekerja sedang:
|
|||||||||||
20 – 39 th
|
47
|
2000
|
55
|
0,5
|
12
|
4000
|
0,8
|
1,1
|
13
|
60
|
|
40 – 59 th
|
47
|
1900
|
55
|
0,5
|
12
|
4000
|
0,8
|
1.0
|
13
|
60
|
|
60 ke atas
|
47
|
1600
|
55
|
0,5
|
12
|
4000
|
0,6
|
0,9
|
9
|
60
|
|
Wanita hamil, 20 minggu terakhir**)
|
10
|
0,5
|
5
|
500
|
0,2
|
0,2
|
2
|
30
|
|||
Wanita menyusukan**)
|
800
|
25
|
0,5
|
5
|
2500
|
0,4
|
0,4
|
5
|
30
|
||
Wanita menyusukan**)
|
|||||||||||
Laki-laki remaja:
|
|||||||||||
13 – 15 th
|
42
|
2900
|
58
|
0,7
|
12
|
4000
|
1,1
|
1,6
|
19
|
60
|
|
16 – 19 th
|
50
|
3000
|
65
|
0,6
|
12
|
4000
|
1,2
|
1,7
|
20
|
60
|
|
Wanita remaja:
|
|||||||||||
13 – 15 th
|
42
|
2400
|
58
|
0,7
|
12
|
4000
|
1.0
|
1,3
|
16
|
60
|
|
16 – 19 th
|
45
|
2100
|
57
|
0,6
|
12
|
4000
|
0,8
|
1,1
|
14
|
60
|
|
Anak-anak:
|
|||||||||||
1 – 3 th
|
12
|
1200
|
25
|
0,5
|
8
|
1500
|
0,5
|
0,7
|
8
|
30
|
|
4 – 6 th
|
18
|
1600
|
30
|
0,5
|
10
|
1800
|
0,6
|
0,9
|
9
|
40
|
|
7 – 9 th
|
27
|
1900
|
42
|
0,5
|
10
|
2400
|
0,8
|
1.0
|
13
|
50
|
|
10 – 12 th
|
35
|
2300
|
50
|
0,7
|
12
|
3450
|
0,9
|
3,1
|
18
|
60
|
|
Bayi: 6 – 12 bln
|
8
|
900
|
20
|
0,6
|
8
|
1200
|
0,4
|
0,5
|
6
|
25
|
C.
Faktor penyebab terjadinya masalah
gizi
Adapun faktor utama penyebab terjadinya gizi buruk tersebut yaitu penyebab pertama rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari dan
terjadi dalam kurun waktu yang lama. Penyebab kedua adalah terjadinya serangan penyakit
infeksi yang berulang.
Kedua
faktor ini disebabkan oleh tiga hal secara tidak langsung, yaitu
:
1.
ketersediaan
pangan yang rendah pada tingkat keluarga
2.
pola
asuh ibu dalam perawatan anak yang kurang memadai
3.
ketersediaan
air bersih, sarana sanitasi, dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang
terbatas.
Penyebab
tidak langsung tersebut merupakan konsekuensi dari pokok masalah dalam
masyarakat, yaitu tingginya pengangguran, tingginya kemiskinan, dan kurangnya
pangan.
Gizi
buruk saat ini memang tengah jadi sorotan. Permasalahan ini seolah menjadi
masalah klasik bangsa ini sejak dulu. Gizi buruk di masa ini bukan saja
disebabkan karena masalah ekonomi. Kurangnya pengetahuan, pendidikan serta
wawasan masyarakat akan pentingnya asupan makanan yang cukup nutrisi menjadi
penyebab lain bertambahnya angka kejadian gizi buruk. Balita yang menderita
gizi buruk, terkadang disebabkan karena pola asuh yang kurang benar.
Kekurangan kebutuhan gizi pada masa
pertumbuhan balita (anak-anak) dapat menyebabkan gangguan serius pada
perkembangan otak dan dapat menghambat tingkat kecerdasannya. Maka dapat kita
bayangkan bagaimana kondisi masa depan anak-anak bangsa, jika pada masa balita
mereka sudah kekurangan gizi
Dengan semakin meningkatnya kasus-kasus
gizi buruk yang diderita sebagian besar balita yang ada di Indonesia, maka
perlu kita kembali mengoptimalkan peran kaum ibu. Karena biasanya kaum ibulah
yang paling dekat dengan anak-anak. Kaum ibulah yang biasanya selalu mengasuh,
mendidik, merawat dan menentukan menu makanan yang akan dihidangkan pada
anak-anak mereka sehari-hari. Jadi kaum ibulah yang seharusnya memiliki
tanggung jawab penuh untuk memperhatikan pemenuhan kebutuhan gizi bagi
anak-anaknya setiap hari, di samping peran ayah sebagai pencari nafkah
keluarga.
Kalau kaum ibu yang ada di seluruh
Indonesia memiliki kesadaran yang tinggi untuk selalu memenuhi kebutuhan
makanan anak-anak sehari-hari dengan menu makanan yang mengandung gizi, bukan
tidak mungkin kasus-kasus penderita gizi buruk bagi sebagian besar balita yang
ada di negara kita dapat dicegah (ditekan). Jika kaum ibu paham tentang masalah
gizi dan kesehatan, tentu akan sangat berpengaruh terhadap kondisi kesehatan
keluarganya
Masalah gizi buruk sebenarnya bukan hanya
disebabkan oleh faktor kemiskinan semata. Karena faktanya banyak juga
orang-orang yang hidup berkecukupan, tetapi anak-anak mereka mengalami gizi
buruk. Jadi masalah gizi buruk sebenarnya berpangkal dari lemahnya kesadaran
masyarakat dan minimnya pengetahuan masyarakat, khususnya kaum ibu terhadap
kebutuhan makanan yang mengandung unsur-unsur gizi. Maka untuk mengatasi
(menekan) jumlah penderita gizi buruk di kalangan balita, pemerintah perlu
kembali menggalakkan program posyandu guna memberikan penyuluhan kesehatan
terhadap kaum ibu agar lebih cermat dan hati-hati lagi dalam mengasuh dan
membesarkan anak-anaknya.
Pada
umumnya ibu merasakan kesulitan dalam menyusui bayinya dalam keadaan darurat.
Hal ini disebabkan karena keadaan fisik, mental dan sosial yang terganggu
atau hilangnya rasa percaya diri untuk mampu menyusui.
Masalah-masalah yang mengganggu pemberian
ASI sebenarnya dapat dicegah dan diatasi dengan memahami bahwa ASI selalu
tersedia secara alami, ibu mampu menyusui dan ibu perlu menunjukkan rasa kasih
sayang terhadap bayinya. Sebagian besar ibu dapat menyusui dengan baik, dengan
dukungan semaksimal mungkin dari keluarga maupun petugas kesehatan.
Pemberian makanan lain pengganti ASI,
termasuk susu formula dapat merugikan karena:
- Mengandung
zat gizi yang tidak seimbang,
- Sulit
dicerna oleh bayi,
- Penyiapan
yang salah,
- Peralatan
tidak steril,
- Mudah
terkena infeksi terutama diare,
- Harganya
mahal,
- Dapat
terjadi alergi.
A. Masalah Pemberian ASI
1. Ibu menyusui
·
Kebutuhan
zat gizi dan cairan kurang,
·
Kondisi
kesehatan yang tidak mendukung,
·
Kesulitan
fisik, misalnya puting terbenam/datar, puting lecet, payudara bengkak, mastitis
(Infeksi payudara),
·
Kurang
pengetahuan dan adanya mitos,
·
Merasa
ASI-nya kurang, sehingga tidak percaya diri,
·
Mempunyai
waktu yang terbatas, antara lain karena harus mengantri air, dan makanan di
lokasi pengungsian,
·
Kondisi
tempat penampungan yang tidak mendukung untuk menyusui sehingga ibu merasa
tidak nyaman,
·
Tidak
mendapat dukungan dari keluarga dan lingkungan,
·
Distribusi
makanan untuk ibu menyusui tidak tepat waktu,
·
Banyak
bantuan susu formula sehingga ibu merasa tidak perlu memberi ASI.
2. Bayi
Masalah gizi pada bayi terjadi
karena:
·
Asupan
zat gizi kurang karena tidak diberi ASI,
·
Tidak
dapat menghisap dengan baik karena bayi bibir sumbing, lidah pendek, Berat Bayi
Lahir Rendah (BBLR),
·
Asupan
zat gizi kurang karena tidak diberi MP-ASI tepat waktu, tidak tepat jumlah dan
kualitas yang rendah,
·
Pemberian
MP-ASI lokal yang tidak sesuai dengan umur bayi.
3. Petugas
·
Pengetahuan
yang kurang tentang pemberian ASI, MP-ASI pada bayi
·
Pengetahuan
yang kurang tentang pentingnya pemberian ASI yang pertama kali keluar
(kolostrum) walaupun jumlahnya sedikit.
·
Pengetahuan
yang kurang tentang komposisi ASI,
·
Belum
dilatih tentang konseling menyusui dan tentang cara pemberian makanan pada
bayi,
·
Sarana
pelayanan kesehatan tidak mendukung terlaksananya pelayanan rawat gabung (10
langkah menuju keberhasilan menyusui),
·
Tidak
berpengalaman dalam menentukan jenis dan menyiapkan susu formula yang baik dan
higienis untuk bayi.
4. Sumbangan Produk Makanan Bayi
·
Pemberian
susu formula dan botol susu yang datang dari berbagai sumber bahkan akan
menambah resiko kesakitan pada bayi dan anak usia di bawah dua tahun,
·
Susu
formula sering tidak disertai label yang jelas, bahasa label tidak dipahami
oleh petugas dan mendekati/melewati tanggal kadaluarsa,
·
Pemberitaan
media massa dapat memberi peluang para penyumbang bantuan susu formula,
·
Jika
air bersih dan bahan bakar sulit diperoleh, maka sebaiknya pemberian MP-ASI
dalam bentuk biskuit dan sediaan air kemasan.
Susu formula tidak dianjurkan diberikan kepada bayi karena:
Susu formula tidak dianjurkan diberikan kepada bayi karena:
·
susu
formula mudah terkontaminasi,
·
pemberian
susu formula yang terlalu encer akan membuat bayi kurang gizi,
·
pemberian
susu formula yang terlalu kental akan membuat bayi kegemukan.
5. Pemberian Makanan Buatan (MP-ASI):
·
Tidak
adanya air bersih,
·
Sanitasi
buruk,
·
Alat
masak tidak memadai,
·
Kurangnya
bahan bakar,
·
Kegiatan
penyelamatan menyita waktu dan tenaga,
·
Bantuan
pangan yang tidak berkesinambungan,
·
Ketersediaan
bahan pangan lokal yang terbatas,
·
Kurangnya
pengetahuan dalam penyiapan makanan buatan untuk bayi dan anak usia di
bawah dua tahun.
D. Cara pemecahan atau mengatasi
masalah gizi
Sebenarnya pemerintah telah berupaya
keras untuk mengatasi masalah gizi buruk yang terjadi di negara kita. Pada
tahun 2007, pemerintah telah menggelontorkan dana sebesar Rp 600 miliar untuk
menangani masalah gizi buruk. Di antaranya melalui program pemberian makanan
untuk balita dan ibu hamil, penyuluhan kesehatan melalui posyandu, program
kesehatan murah bahkan gratis kepada masyarakat.
Namun sebagian besar program yang
telah diupayakan pemerintah tersebut belum dapat berjalan dengan baik. Sehingga
pelaksanaannya masih jauh dari yang diharapkan. Seperti kebanyakan upaya atau
kebijakan yang sebelumnya telah dilakukan, program pelayanan posyandu pun belum
juga dapat dioptimalkan sebaik mungkin.
Selain penyediaan posyandu yang
belum merata hingga ke pelosok-pelosok negeri (daerah-daerah terpencil),
tampaknya kesadaran masyarakat, khususnya kaum ibu untuk mau datang ke posyandu
guna memeriksakan kondisi kesehatan dan pertumbuhan bayi (anak-anak) pun masih
rendah. Padahal penggalakkan program posyandu seharusnya dapat dimanfaatkan
oleh sebagian besar kaum ibu yang ada di Indonesia untuk memperoleh pengetahuan
tentang pola-pola pengasuhan balita (anak) yang baik, termasuk tentang
pemenuhan kebutuhan gizi terhadap bayi (anak-anak) mereka. Karena pemenuhan
kebutuhan gizi pada masa balita (anak-anak) sangat berpengaruh besar bagi
pertumbuhan anak di kemudian hari nantinya.
Dalam rangka meningkatkan status
gizi mayarakat terutama pada ibu hamil, bayi, dan anak balita perlu dilakukan pendidikan gizi dan pemberdayaan masyarakat untuk
pencapaian keluarga sadar gizi. Penanggulangan kurang energi protein, anemia gizi besi, gangguan akibat kurang yodium, kurang
vitamin A, dan kekurangan zat gizi mikro lainnya perlu ditingkatkan, sejalan
dengan penanggulangan gizi-lebih, dan surveilans gizi.
Untuk mengatasi masalah busung lapar atau kurang energi dan
protein tingkat berat di
berbagai daerah di Indonesia telah dilakukan langkah darurat berupa perawatan
penderita di rumah sakit dan pemberian makanan tambahan. Upaya berikutnya
adalah menyusun rencana secara terpadu untuk menangani masalah ini mulai dari aspek produksi, distribusi sampai dengan
konsumsi dan bersifat lintas sektor. Di bidang kesehatan telah dirumuskan
program perbaikan gizi masyarakat yang meliputi penanggulangan kurang energi
protein; peningkatan surveilans gizi termasuk melanjutkan penerapan sistem
kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG) dan mengaktifkan posyandu; peningkatan pendidikan
gizi masyarakat; dan pemberdayaan masyarakat untuk pencapaian keluarga sadar
gizi.
Gizi
dan nutrisi yang cukup sangat dibutuhkan pada masa pertumbuhan anak. Sebaiknya
orang tua tetap mengusahakan agar anaknya mendapatkan yang terbaik.
Karena mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan seperti kecacatan
otak, keterlambatan pertumbuhan, dll, lebih baik dari pada harus menghadapi
pengobatan dengan tindakan rawat inap untuk anaknya. Selain biaya yang harus
dikeluarkan akan lebih besar, pertumbuhan anak pun tak akan optimal. Beberapa
pasien gizi buruk datang ke tempat pelayanan kesehatan dengan keadaan sudah
parah. Beberapa lagi tak membawa anaknya ke rumah sakit atau puskesmas karena
alasan malu atau tak punya biaya. Nutrisi yang baik bukan berarti harus
disertai dengan bahan-bahan yang mahal tetapi usahakan komposisi 50 %
karbohidrat, 30% lemak, 20% protein dengan vitamin dan mineral ada dalam menu
sehari-hari. Asalkan nutrisi yang diberikan seimbang, seorang anak bisa
mendapatkan kebutuhan gizi yang diperlukan tubuhnya.
Dengan pembangunan pengetahuan dan
kesadaran akan gizi dan kesehatan di kalangan kaum ibu setidaknya satu mata
rantai kasus gizi buruk bisa kita putuskan. Tinggal bagaimana keseriusan
pemerintah, masyarakat, para pelaku bisnis (pengusaha) dan berbagai lembaga
kesehatan yang ada di negeri ini untuk dapat bekerja sama dan menjalankan
perannya dengan sebaik mungkin sebagai salah satu solusi penuntasan masalah
gizi buruk di Indonesia. Sehingga kita berharap pada masa mendatang, kasus gizi
buruk tidak lagi menghiasi halaman media massa dan digantikan dengan berita
tentang anak-anak Indonesia yang sehat dan berkualitas.
Category: Kesehatan
0 komentar