Potensi Peternakan Kambing (Bag. I)
Bab I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Agribisnis komoditas ternak kambing di Indonesia mempunyai prospek yang sangat besar, mengingat dalam 10 tahun mendatang akan ada 5 juta kepala keluarga muslim yang masing-masing kepala keluarga akan menyembelih satu ekor ternak kambing untuk kurban, satu ekor untuk setiap anak perempuan dan dua ekor untuk anak laki-laki untuk akikah.
Disamping itu untuk keperluan ibadah haji di tanah suci akan dibutuhkan 2,5 juta ekor kambing untuk keperluan membayar dam ataupun untuk kurban para jemaah haji.
Profil usaha-ternak kambing di sektor usaha primer menunjukkan bahwa usaha tersebut memberikan keuntungan yang relatif baik.
Untuk itu diperlukan dukungan investasi dalam pengembangan agribisnis kambing baik dari pemerintah, swasta, maupun masyarakat/komunitas peternak. Investasi tersebut meliputi aspek:
1) Pelayanan kesehatan hewan,
dukungan penyediaan bibit (pejantan) unggul dan induk berkualitas,
3) kegiatan penelitian, pengkajian dan pengembangan yang terkait dengan aspek pakan dan manajemen pemeliharaan, serta
4) pengembangan kelembagaan untuk mempercepat arus informasi, poemasaran, promosi, permodalan,
5) penyediaan infrastruktur untuk memudahkan arus barang input output serta pemasaran produk, ketersediaan laboratorium keswan, pakan dan reproduksi, serta
6) penyiapan lahan usaha peternakan dan penetapan tata ruang agar pengembangan ternak tidak terganggu oleh masalah keswan, sosial, hukum dan lingkungan.
Secara mandiri swasta dapat bergerak di sektor hulu (usaha penyediaan calon induk, penyediaan pejantan, penyediaan semen, pabrik pakan mini, dll), serta di kegiatan hilir (RPH, industri pengolahan daging, susu, kulit, kompos, dll.). Usaha-ternak budidaya oleh swasta dilakukan melalui pendekatan pola kemitraan, dimana peternak menghasilkan bakalan dan inti membeli untuk digemukkan atau langsung dipasarkan. Variasi dari pola kemitraan dan investasi dalam pengembangan kambing sistem integrasi mungkin cukup beragam, dan harus disesuaikan dengan kondisi setempat.
Sasaran pengembangan kambing dalam 10 tahun mendatang ditujukan untuk menambah produksi sampai 5 juta ekor/tahun, yang berarti diperlukan penambahan populasi induk sedikitnya 4 juta ekor, untuk menghasilkan anak 6 juta ekor/tahun, yang akan berdampak pada penambahan populasi sekitar 10 juta ekor. Bila rata-rata harga kambing sekitar Rp. 400 ribu/ekor, maka total investasi yang diperlukan sekitar Rp. 4 trilyun. Bila diasumsikan pemerintah akan berinvestasi sebesar 0,92 trilyun (23 persen), masyarakat sebesar 2,52 trilyun (63 persen), maka investasi swasta yang dibutuhkan sedikitnya sekitar Rp. 0,56 trilyun (14 persen). Angka-angka ini belum memperhitungkan bila sebagian ternak ditujukan untuk menghasilkan susu. Investasi masyarakat sebagian besar berasal dari pemanfaatan aset yang telah dimiliki, atau sumber pendanaan baru yang berasal dari lembaga keuangan, bantuan pemerintah, kerjasama dengan swasta (inti) atau bantuan keluarga/kelompok.
Disamping itu untuk keperluan ibadah haji di tanah suci akan dibutuhkan 2,5 juta ekor kambing untuk keperluan membayar dam ataupun untuk kurban para jemaah haji.
Profil usaha-ternak kambing di sektor usaha primer menunjukkan bahwa usaha tersebut memberikan keuntungan yang relatif baik.
Untuk itu diperlukan dukungan investasi dalam pengembangan agribisnis kambing baik dari pemerintah, swasta, maupun masyarakat/komunitas peternak. Investasi tersebut meliputi aspek:
1) Pelayanan kesehatan hewan,
dukungan penyediaan bibit (pejantan) unggul dan induk berkualitas,
3) kegiatan penelitian, pengkajian dan pengembangan yang terkait dengan aspek pakan dan manajemen pemeliharaan, serta
4) pengembangan kelembagaan untuk mempercepat arus informasi, poemasaran, promosi, permodalan,
5) penyediaan infrastruktur untuk memudahkan arus barang input output serta pemasaran produk, ketersediaan laboratorium keswan, pakan dan reproduksi, serta
6) penyiapan lahan usaha peternakan dan penetapan tata ruang agar pengembangan ternak tidak terganggu oleh masalah keswan, sosial, hukum dan lingkungan.
Secara mandiri swasta dapat bergerak di sektor hulu (usaha penyediaan calon induk, penyediaan pejantan, penyediaan semen, pabrik pakan mini, dll), serta di kegiatan hilir (RPH, industri pengolahan daging, susu, kulit, kompos, dll.). Usaha-ternak budidaya oleh swasta dilakukan melalui pendekatan pola kemitraan, dimana peternak menghasilkan bakalan dan inti membeli untuk digemukkan atau langsung dipasarkan. Variasi dari pola kemitraan dan investasi dalam pengembangan kambing sistem integrasi mungkin cukup beragam, dan harus disesuaikan dengan kondisi setempat.
Sasaran pengembangan kambing dalam 10 tahun mendatang ditujukan untuk menambah produksi sampai 5 juta ekor/tahun, yang berarti diperlukan penambahan populasi induk sedikitnya 4 juta ekor, untuk menghasilkan anak 6 juta ekor/tahun, yang akan berdampak pada penambahan populasi sekitar 10 juta ekor. Bila rata-rata harga kambing sekitar Rp. 400 ribu/ekor, maka total investasi yang diperlukan sekitar Rp. 4 trilyun. Bila diasumsikan pemerintah akan berinvestasi sebesar 0,92 trilyun (23 persen), masyarakat sebesar 2,52 trilyun (63 persen), maka investasi swasta yang dibutuhkan sedikitnya sekitar Rp. 0,56 trilyun (14 persen). Angka-angka ini belum memperhitungkan bila sebagian ternak ditujukan untuk menghasilkan susu. Investasi masyarakat sebagian besar berasal dari pemanfaatan aset yang telah dimiliki, atau sumber pendanaan baru yang berasal dari lembaga keuangan, bantuan pemerintah, kerjasama dengan swasta (inti) atau bantuan keluarga/kelompok.
Category: Pendidikan
0 komentar